Sabtu kemarin saya singgah ke kantor, tempat saya bekerja
terakhir.Saya bertemu dengan beberapa sahabat lama dan saling melepas
rindu.Kemudian saya di perkenalkan
dengan beberapa karyawan baru,yang masih muda-muda.The young guns ini bergabung
dengan perusahaan, lewat program
Management Trainee.
Mereka kelihatan berbeda di banding karyawan lama,baik dari
segi penampilan maupun dari tata bahasa, ketika mereka berbicara.Tongkrongan sebagian
besar mereka, seperti Gustav Magnar Witzoe dan Alexandra Andresen,pengusaha-pengusaha
muda yang terkenal itu.Bersih,rapi dan wangi.Dan kalau berbincang dengan
mereka,saya rasanya pengin berlama-lama karena betah.Yang mereka perbincangkan
lebih banyak manfaatnya dari mudaratnya,karena banyak ilmu dan informasi baru
yang bisa saya peroleh dari mereka.
Perbedaan mereka dengan karyawan lama begitu jomplang,bak majikan
dengan jongosnya.Karyawan lama berpenampilan seadanya,bahkan terkesan slenge’an.Kadang
rambut dan pakaian tak rapi kala masuk kantor,macam pendaki gunung yang di
selamatkan tim SAR setelah hilang tiga hari.Jarang berkaus kaki dan pakai
parfum,sehingga aroma mushalla perusahaan seperti aroma TPST Bantargebang,ketika
waktu shalat berjamaah tiba.
Sebagai salah satu mantan karyawan,saya mafhum dengan
keadaan ini.Selain pengetahuan mereka yang minim tentang penampilan dan
marketing,perekonomian juga berpengaruh terhadap keadaan mereka sekarang.Boro-boro
beli aksesoris pelengkap penampilan dan wangi-wangian,untuk makan dan biaya
sekolah anak saja kadang mereka ngutang di akhir bulan.
Pendapatan yang mereka yang UMP itu,tidak lagi mencukupi
kebutuhan keluarga.Kondisi keuangan mereka berbeda dengan karyawan baru,yang
mendapatkan salary dengan besaran bisa
tiga kali lipat lebih banyak.Ada ketimpangan yang muncul,yang bisa
mengakibatkan kecemburuan.Tapi bagi yang melek tentang marketing,tentu mereka
paham dengan perbedaan pendapatan ini.Sepanjang salary itu di tetapkan dengan
parameter yang jelas,dan tidak berdasarkan like
atau dislike,maka perbedaan itu bisa di terima.
Philip kotler menyatakan selalu ada diskriminasi di dunia
marketing.Seorang Irfan Bachdim misalnya,tentu tidak boleh iri dengan
pendapatan Lionel Messi ,walaupun mereka sama-sama pesepakbola.Value La Pulga jauh berada di atas salah satu pemain
andalan sepakbola Indonesia yang pernah bermain di liga Belanda itu.El-Barca yang merupakan klub Messi saat
ini,mesti membayar mahal gaji yang bersangkutan agar tetap mau bergabung dengan
klub.Karena dia adalah jaminan prestasi dan lumbung pendapatan klub.Kalau Barcelona tidak membayar lebih
mahal,maka ada klub sepakbola kaya lainnya yang antri menunggu tanda tangan sang
Messiah.Jika hal ini terjadi,maka tentu klubnya saat ini akan rugi besar.
Itulah yang di lakukan perusahaan itu sekarang.Mereka
mencari orang-orang muda potensial untuk di ajak bergabung,dengan iming-iming karir
yang jelas, gaji besar dan fasilitas ok.Tujuannya adalah untuk peningkatan
kinerja perusahaan,yang belakangan mulai jeblok.Kedatangan karyawan baru ini
bisa juga di harapkan perusahaan sebagai trigger,untuk
karyawan lama agar terlecut motivasinya,sehingga kemudian mengeluarkan seluruh kemampuan
terbaik supaya tidak kalah bersaing dengan yang baru.Tentu hal ini bagus untuk
kemajuan perusahaan.
***
Dulu ketika saya memutuskan untuk mengambil program pensiun
dini,alasannya bukan takut bersaing dengan anak-anak muda yang enerjik itu.Jika
terus bekerja,saya optimis bisa bersaing.Saya lebih mengenal perusahaan beserta
seluruh aspek-aspeknya,dan saya yakin kemampuan dan wawasan saya tidak kalah
dari mereka.Saya merasa diri saya serupa emas,yang selalu tetap berkilau dan
berharga mahal,di manapun dia berada.
Alasan utama saya untuk pensiun adalah karena saya tidak
punya waktu lagi untuk terus bertahan hanya untuk posisi asisten manager atau
middle managerial,ketika jatah hidup berkurang dan pengeluaran terus
bertambah.Dan saya tidak melihat tanda-tanda, dalam waktu dekat saya akan di
promosikan sebagai top manager.Di tambah lagi rayuan teman yang sukses berwira
usaha,yang selalu terngiang di telinga dan menarik serta menyentak diri ini
untuk terlepas dari belenggu comfort zone,yang sebenarnya tidak nyaman itu.
Teman itu bahkan meminjamkan saya sebuah buku karya Jaya
Setiabudi,yang berjudul the Power of
Kepepet,sebagai bahan renungan.Buku yang bercerita tentang kemampuan
dahsyat manusia,yang baru keluar ketika dia berada di posisi yang terjepit
itu,cukup menggugah saya.Kisah-kisah inspiratifnya,seperti kisah Bil Gates yang
berani menawarkan program komputer kepada IBM,walaupun sebetulnya program itu
baru akan di cari dan di kerjakan,sangat menarik untuk di coba.Buku ini mencoba
memprovokasi pembacanya,untuk tidak menunggu momen kepepet itu,melainkan
menciptakannya.
Setelah membaca buku ini dan kemudian memohon petunjuk dari
Yang Maha Esa lewat shalat Istikharah,saya kemudian mantap mengambil langkah
untuk berhenti menjadi prajurit upahan,dan menetapkan hati untuk berlabuh di
dunia ke- wira usaha-an.
Dunia itu membuka lebar-lebar sayapnya,dan berkata ‘’Welcome to the new world,my friend.’’
Pekanbaru,8 Mei 2017
Affan & Andi Syarmi
0 komentar:
Posting Komentar