Minggu, 30 April 2017

Menghindari Jebakan Comfort Zone




Hari minggu kemarin,Afan mengajak saya untuk bertemu dengan kawan-kawannya semasa masih bekerja di perusahaan multinasional yang sangat terkenal itu.Sebagian besar dari mereka,senasib dengan Afan.Memilih untuk resign, lewat program pensiun muda.Acara yang di gagas oleh Afan itu,bertujuan untuk menjaga tali silaturahmi tetap terjalin dan mencoba menggali ide-ide baru dari setiap individu yang hadir,dalam rangka survival serta mencari jalan dan cara agar bisa bermanfaat bagi orang lain.

Kami bertemu di sebuah kedai kopi terpopuler di kota kami.Kedai yang konon kabarnya sudah berdiri lebih dari limapuluh tahun itu,tetap eksis dan di minati masyarakat.Sebagai penggemar kopi,saya dan Afan merasa kedai kopi ini sangat menjaga cita rasa produknya.Selain enak,rasanya juga tidak pernah berubah sampai dengan saat ini .

Pelayanannya bagus dan tempatnya bersih .Senyum manis dan sapaan hangat kami peroleh dari  customer officer mereka,ketika masuk ke dalam kedai kopi.Suasana di dalam kedai pun di atur sedemikian rupa,sehingga membuat ruangan jadi asri dan nyaman.Apalagi di tambah dengan alunan musik yang mendayu,macam lagu The Moment dari saxophonenya  Kenny.G , membuat kami ingin berlama-lama menghabiskan waktu di tempat ini.

Ini yang mungkin membuat kami selalu melakukan kunjungan ulang,ketika ada kesempatan.Macam teori  kepuasan pelanggan yang di sampaikan Kotler dan Armstrong (2001:9) : Ketika kinerja produk sesuai atau melebihi harapan konsumen ,maka tercipta customer satisfaction yang kemudian menyebabkan pembelian ulang.

Meskipun fakta  membuktikan bahwa tidak semua pelanggan yang puas,melakukan pembelian ulang,macam warga kota Jakarta yang tidak lagi memilih Cagub petahana,walaupun 72% dari mereka puas dengan kinerjanya selama menjadi Gubernur,tetapi setidaknya pelanggan yang puas akan menceritakan kepuasannya kepada orang lain.Semakin banyak orang punya kesan positif terhadap suatu produk,maka akan tercipta brand equity yang kuat.

***

Sambil menikmati kopi,kami berlima berdiskusi tentang banyak hal.Dan kemudian diskusi itu mengerucut kepada suatu ide,tentang mendirikan sebuah usaha bersama.Ide itu terlontar,di sebabkan dendamnya teman-temannya Afan, terhadap perbuatan dan perkataan yang di nyatakan oleh mantan kolega mereka,yaitu pak Radar yang sekarang masih bekerja di perusahaan tempat mereka bekerja terakhir.

Pak Radar pernah beberapa kali menyatakan kepada sales force marketing di perusahaan tempatnya bekerja,untuk tidak pernah meniru langkah yang di ambil oleh Afan dan kawan-kawannya.Karena dia beranggapan perusahaan ini adalah tempat terbaik untuk berkarir dan di jadikan tumpuan penghasilan.

Tidak peduli pada salary yang di tawarkan sebetulnya berada di bawah standart jika di bandingkan dengan jam kerjanya,Tidak peduli  dengan karir yang tidak naik-naik selama puluhan tahun, serta tidak peduli dengan harga diri untuk terus ambil muka di depan atasan dengan berbagai cara yang tidak patut,untuk mempertahankan posisi atau jabatan.Pokoknya this company is the best dan bagi siapa saja yang resign dari tempat ini,maka dia tidak akan sukses dan bakalan menyesal seumur hidup.

Pernyataan ini di anggap sebagai pelecehan verbal  oleh teman-teman Afan,terhadap pilihan hidup dan kapabilitas mereka.Pak Radar ini,sebetulnya tidak berada di level managerial,tapi suka mengaku dan bertingkah layaknya Manager.Dalam meeting dengan sales force,orang ini selalu menyempatkan diri untuk  menyampaikan semacam motivation speech,yang kadang bikin eneg orang yang mendengar.

Saya beranggapan orang model pak Radar ini,sudah terkena syndrome comfort zone.Dia sudah merasa nyaman dengan apa yang di terima dan di sediakan oleh perusahaan,dan dia tidak berencana untuk merubah hal tersebut.Biasanya orang-orang seperti ini punya kapasitas dan kemampuan yang berada di low level,dan kalau sudah berkeluarga,termasuk ke dalam golongan ISTI (Ikatan Suami Takut Isteri).

Dia tidak menyadari,bahwasanya akan tiba suatu masa,ketika perusahaan/organisasi tidak lagi memerlukan tenaganya kelak.CR-7 saja yang di anggap sebagian orang sebagai pemain terbaik sejagat,rencananya akan di jual oleh klubnya yang sekarang di akhir musim nanti,karena dianggap tidak lagi seproduktif lima tahun yang lalu.

Ide untuk membangun usaha bersama itu,akhirnya resmi di sepakati.Walaupun ada beberapa suara pesimisme yang di ungkapkan oleh sebagian yang hadir.Afan berhasil menyakinkan teman-temannya,dengan mengutip beberapa ilmu yang di peroleh dari buku best seller,macam” Mereka Bilang Saya Gila” karya Bob Sadino atau ” Change” nya Rhenald Kasali.

Menurut para pakar ini,kalau mau sukses kita harus berubah dan bekerja keras.Harus berani bermimpi besar,merealisasikan mimpi itu dengan segera,fokus dan pantang menyerah.Afan percaya itu,karena para pakar itu sudah membuktikannya.Bob Sadino bahkan merintis usahanya dari bawah sekali.Perjalanan panjang di laluinya untuk meraih kesuksesan.Mulai dari pekerja bangunan,supir taksi hingga menjadi tukang jual telur keliling ,semua di lewatinya demi untuk mewujudkan impiannya.

Tinggal kemauan dari Afan dan kawan-kawan untuk mengcopy keberhasilan orang-orang sukses itu,di tambah kemudian dengan selalu melibatkan Yang Maha Esa,dalam setiap aktifitas mereka.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore,ketika kami memutuskan bubar,sambil membawa optimisme kesuksesan untuk membungkam para haters yang menyuburkan benih-benih ke-tidak percaya diri-an dan ke- putus asa-an.

Mister Radar,Watch our action


Pekanbaru,1 Mei 2017
Andi Syarmi

0 komentar:

Posting Komentar